...........INDAH,,,,,,,,,,,,,,,,,, ^_^,

ketika manusia dibutakan oleh kekayaan ketika manusia dibutakan oleh jabatan hanya Illahi yang memberi peringatan dengan diberikannya berbagai cobaan ketika manusia terjerumus dalam kemaksiatan ketika manusia masuk kelubang kenistaan hanya Illahi yang memberi kesempatan untuk melakukan pertaubatan
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, ^_^ ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Jumat, 19 Maret 2010

I. PENDAHULUAN
Tercatat di Indonesia ada 19 wilayah adat, di antaranya daerah propinsi Sulawesi Selatan. Dalam pada itu, obyektifitas nusantara yang sekarang menjelma sebuah Negara Republik Demokrasi, sebelumnya adalah negeri-negeri adat, yakni semua di dalam berbagai aspeknya, adalah terdahulu dari pada seluruh aspek modernisasi, terutama aspek ketatanegaraan yang mengalami kebrutalan semakin parah dewasa ini. Sejauh persoalannya telah mengundang sekelompok orang mengambil berbagai persepsi, terungkap misalnya datangdari Islam dengan wacana penegakan syariat, juga tidak kalah yang berasal dari adat (ade’/Bugis) dengan wacana kembali kepada penegakan pranata adat.
Tentu dari dua hal tersebut, aksiomanya sangat signifikan mengingat prinsip, adat bersendi syara’ dan syara’ bersendi adat; dalam pepatah Bugis mappakarajai sara’e ri ade’e mappakalebbi’i ade’e ri sara’e. Oleh sebab itu, kalau memang sejak sekarang, kebenaran makin sulit ditegakkan, maka tidaklah adayang representatif bagi tanah air, kecuali hanya mengembalikan kekuasaan kepada adat /ade’. Dalam hal tersebut di Sulawesi Selatan, yakni kembali kepada “pangadereng”, struktur mencakup ade’, bicara, wari dan rapang serta syara’.
Sulawesi Selatan adalah daerah teritorial salah satu adat, perspektifnya dalam sejarah terdiri atas beberapa kerajaan, terdapat di antaranya kerajaan besar terbilang “bocco” yang di dalam status sebagai induk atau sentral. Juga ada kerajaan kecil terbilang “lili” berdiri sebagai negara bagian atau daerah dari kerajaan besar, semua di antara satu dengan yang lain senantiasa bersinergi bagaikan federasi negara-negara. Misalnya Kerajaan Tanete, Nepo dan Balusu, ketiganya sekarang menjelma di Kabupaten Barru, sebelumnya yakni pada saat pangadereng, adalah federal dengan kerajaan Soppeng, baik disebabkan hubungan emosional etnis, juga memang kesadaran berserikat dan bersatu.
Kemudian kerajaan sebagai induk tersebut merupakan satu elemen anggota bergerak labih besar, dalam sinerginya dengan kerajaan Bone dan Wajo. Dalam pada itu, tiga dari sinergi kerajaan dipimpin oleh yang lebih besar atau “bocco”, yaitu kerajaan Bone. Selanjutnya dari kebesaran dimiliki, dibawa bersinergi dengan kerajaan-kerajaan sama besarnya se Sulawesi Selatan. Yaitu Gowa dan Luwu. Ketiganya dalam sejarah dikenal kerajaan “Tellumpoccoe”, artinya tiga kerajaan puncak di Sulawesi Selatan. YaituBone, Luwu dan Gowa.
Kerajaan Bone sebagai satu di antaranya dijadikan oleh Belanda, ditunjuk memimpin sekutu dan kelihatan paling berwibawa, sehingga semua di dalam perjuangan, sepanjang sejarah melawan penjajahan, kerajaanBone dalam kejatuhannya pada tahun 1906 M. ditandai secara de facto, kejatuhan “pangadereng” yang struktur pemerintahan se Sulawesi Selatan ke tangan Belanda. Daerah-Daerah bekas kerajaan sudah tergabung ke dalam salah satu wilayah gubernemen dari kerajaan Belanda dengan ibukotanya Makassar. Dalam pada itu, semua dasar kebijakan mengenai politik telah berada di tangan imperial atau penjajah.
II. PEMAPARAN UMUM “PANGADERENG” DI KABUPATEN BARRU
Di salah satu wilayah di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, di sana tersimpan kelalaian terhadap sebuah basis kerajaan tertua, terbesar dan bergensi, dibanding misalnya kerajaan Nepo, Balusu dan Barru. Tersimpan kelalaian sejak lama (± 1 abad) terjadi di kerajaan Tanete, di dalam pranata sekarang menjelma sebuah kecamatan di Kabupaten Barru, selanjutnya mendapat pemekaran menjadi tiga, yaitu Tanete Rilau, Tanete Riaja dan Pujananting.
Di seluruh nusantara, khususnya di Sulawesi Selatan , kerajaan adalah sistem politik peninggalan leluhur, yang di dalam konteks budaya adalah milik asli peradaban di Indonesia. Dalam pada itu, betapapun kecil sebuah kerajaan, apalagi terbilang besar dan berpengaruh, maka sikap memelihara dan mempertahankan eksistensinya, merupakan jiwa patriotisme terhadap bangsa, tanah air dan budaya sendiri. Sebaliknya memilih sikap apriori atas keterpurukan pranataadat, adalah sikap tidak fair dan pengecut, karena ulah yang sekadar menyedok kebudayaan modern, atau seakan-akan sudah menebus dirinya selaku bangsa biadab di negeri sendiri.
Peradaban modern mulai berkembang pada abad XVIII di Barat, kemudian menyusup ke dunia Timur; semua elemennya sudah diterima, baik melalui perdagangan dan penjajahan, maupun dengan kemajuan sains dan teknologi, terutama pada abad XIX dijadikan saat dalam sejarah, bahwa penjajahan Barat telah menyapu jagat dunia Timur sebagai imperiumnya. Paling terjajah adalah dunia Islam, semua telah terkontak kecuali Arab Saudi dan Turki Usmani. Dan tidak kalah penting dikemukakan, ialah tanah airIndonesia yang mantan negeri-negeri adat, telah digalak dan digagahi oleh kolonial Barat, yakni Inggeris, Belanda, Portugis dan Amerika.
Oleh sebab itu, sepanjang penjajahan dan berkibarnya angin pembaharuan di Indonesia, maka semua elemen bangsa mengalami kebijakan modernisasi. Dan paling utama ialah perubahan politik, sehingga basis/pranata adat harus diganti dengan pranata republik demokrasi, nasionalisme serta seluruh isme-isme yang berkumandan di abad modern. Dalam pada itu, sekarang sudah dirasakan, bahwa peradaban modern di Indonesia tidak sekadar menyisakan kebaikan, tetapi yang banyak adalah mengotak-atik dan mencabik-cabik kultur adat dan agama, seperti krisis ketulusan dan kejujuran.
Mungkin tidak keliru menilai fakta, bahwa bangsa Indonesia sudah lebih separuh abad menjalankan kemerdekaan dari kerajaan Belanda, namun kiranya, belumlah menarik jarum sejarah untuk mendapatkan kemerdekaan sejati, kecuali yang tampak adalah perpanjangan kolonial dari kalangan bangsa sendiri. Perubahan politik yang dipraktekkan sebagai dasar kebijakan, hanya saja menyita banyak waktu dan menelan biaya cukup besar, serta hasil dan nilainya pun sisa keterpurukan.
Di kawasan daerah sebelum terbentuk Kabupaten di Barru, terdapat 4 (empat) kerajaan, yaitu Tenete, Barru, Balusu dan Nepo. Keempatnya pada zaman penjajahan, masingt-masing menjadi daerah otonom Swapraja. Bekas kerajaan Balusu dan Nepo menjadi swapraja Soppeng Riaja dan Mallusetasi, bekas kerajaan Tanete dan Barru tanpa perubahan nama menjadi swapraja Tanete dan Barru. Pejabat atau pemangku diangkat ketua-ketua swapraja di atas, sesuai kulturalnya menyerupai raja, diberikan gelar tradisional berdasarkan tempat di mana Ketua Swapraja bertahta, misalnya Datu ri Tanete, Petta ri Berru dan Mallusetasiserta Arung ri Soppeng Riaja. Perbedaan istilah sekadar maksudnya mengingatkan, bahwa ada perbedaan budaya pada setiap tempat, namun di dalam tugas dan tanggung jawab, semua sama di bawah naungan Kerajaan Belanda, yakni tidak membedakan derajat di antara merekasatu sama lain.

Sulawesi
adalah pulau dalam wilayah Indonesia yang terletak di antara Pulau Kalimantan dan Kepulauan Maluku. Dengan luas wilayah sebesar 174.600 km², Sulawesi merupakan pulau terbesar ke-11 sedunia.
Sulawesi berbatasan dengan Borneo di sebelah barat, Filipina di utara, Flores di selatan, Timor di tenggara dan Maluku di sebelah timur.
Sulawesi terdiri dari beberapa provinsi, yakni:
• Gorontalo
• Sulawesi Barat
• Sulawesi Selatan
• Sulawesi Tengah
• Sulawesi Tenggara
• Sulawesi Utara
Geografis
Sulawesi merupakan pulau terbesar keempat di Indonesia setelah Papua, Kalimantan dan Sumatera dengan luas daratan 174.600 kilometer persegi. Bentuknya yang unik menyerupai bunga mawar laba-laba yang membujur dari utara ke selatan dan tiga semenanjung yang membujur ke timur laut, timur dan tenggara. Pulau ini dibatasi oleh Selat Makasar di bagian barat dan terpisah dari Kalimantan serta dipisahkan juga dari Kepulauan Maluku oleh Laut Maluku.
Pemerintahan di Sulawesi dibagi menjadi enam propinsi yaitu propinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Gorontalo. Sulawesi Tengah merupakan propinsi terbesar dengan luas wilayah daratan 68,033 kilometer persegi dan luas laut mencapai 189,480 kilometer persegi yang mencakup semenanjung bagian timur dan sebagian semenanjung bagian utara serta Kepulauan Togean di Teluk Tomini dan pulau-pulau di Banggai Kepulauan di Teluk Tolo. Sebagian besar daratan di propinsi ini bergunung-gunung (42.80% berada di atas ketinggian 500 meter dari permukaan laut) dan Katopasa adalah gunung tertinggi dengan ketinggian 2.835 meter cari permukaan laut.
Baju bodo
Baju bodo adalah pakaian tradisional perempuan Bugis, Sulawesi, Indonesia. Baju bodo berbentuk segi empat, biasanya berlengan pendek, yaitu setengah atas bagian siku lengan. Baju bodo juga dikenali sebagai salah satu busana tertua di dunia.[1]


Gadis Makassar mengenakan baju bodo (tahun 1930-an?)
Menurut adat Bugis, setiap warna baju bodo yang dipakai oleh perempuan Bugis menunjukkan usia ataupun martabat pemakainya.[2]
Warna Arti
Jingga dipakai oleh anak perempuan berumur 10 tahun.

Jingga dan merah dipakai oleh gadis berumur 10-14 tahun.

Merah dipakai oleh perempuan berumur 17-25 tahun.

Putih dipakai oleh para pembantu dan dukun.

Hijau dipakai oleh perempuan bangsawan.

Ungu dipakai oleh para janda.

Pakaian ini kerap dipakai untuk acara adat seperti upacara pernikahan. Tetapi kini, baju bodo mulai direvitalisasi melalui acara lainnya seperti lomba menari atau menyambut tamu agung.[3]
Dulu, baju bodo bisa dipakai tanpa penutup payudara. Hal ini sudah sempat diperhatikan James Brooke (yang kemudian diangkat sultan Brunei menjadi raja Sarawak) tahun 1840 saat dia mengunjungi istana Bone :
"Perempuan [Bugis] mengenakan pakaian sederhana... Sehelai sarung [menutupi pinggang] hingga kaki dan baju tipis longgar dari kain muslin (kasa), memperlihatkan payudara dan leluk-lekuk dada."[4] Rupanya cara memakai baju bodo ini masih berlaku di tahun 1930-an.



Suku Bugis
Suku Bugis merupakan penduduk asli Sulawesi Selatan. Di samping suku asli, orang-orang Melayu dan Minangkabau yang merantau dari Sumatera ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di kerajaan Gowa, juga dikategorikan sebagai orang Bugis.[1] Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, populasi orang Bugis sebanyak 6 juta jiwa. Kini suku Bugis menyebar pula di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, bahkan hingga manca negara. Bugis merupakan salah satu suku yang taat dalam mengamalkan ajaran Islam.
Awal Mula
Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Deutero Melayu. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan.
Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.
Perkembangan
Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar.
Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang. Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang dianggap tertua bersama kerajaan Cina (yang kelak menjadi Pammana), Mario (kelak menjadi bagian Soppeng) dan Siang (daerah di Pangkajene Kepulauan)

Masa Kerajaan
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kerajaan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung Palakka. Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya di abad ke-17.
Sejarah
Sejarah awal
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari pendahulu di Gowa dimulai oleh Tumanurung sebagai pendiri Istana Gowa, tetapi tradisi Makassar lain menyebutkan empat orang yang mendahului datangnya Tumanurung, dua orang pertama adalah Batara Guru dan saudaranya
Abad ke-16
Tumapa'risi' Kallonna
Memerintah pada awal abad ke-16, di Kerajaan Gowa bertakhta Karaeng (Penguasa) Gowa ke-9, bernama Tumapa'risi' Kallonna. Pada masa itu salah seorang penjelajah Portugis berkomentar bahwa "daerah yang disebut Makassar sangatlah kecil". Dengan melakukan perombakan besar-besaran di kerajaan, Tumapa'risi' Kallonna mengubah daerah Makassar dari sebuah konfederasi antar-komunitas yang longgar menjadi sebuah negara kesatuan Gowa. Dia juga mengatur penyatuan Gowa dan Tallo kemudian merekatkannya dengan sebuah sumpah yang menyatakan bahwa apa saja yang mencoba membuat mereka saling melawan (ampasiewai) akan mendapat hukuman Dewata. Sebuah perundang-undangan dan aturan-aturan peperangan dibuat, dan sebuah sistem pengumpulan pajak dan bea dilembagakan di bawah seorang syahbandar untuk mendanai kerajaan. Begitu dikenangnya raja ini sehingga dalam cerita pendahulu Gowa, masa pemerintahannya dipuji sebagai sebuah masa ketika panen bagus dan penangkapan ikan banyak.[1]
Dalam sejumlah penyerangan militer yang sukses penguasa Gowa ini mengalahkan negara tetangganya, termasuk Siang dan menciptakan sebuah pola ambisi imperial yang kemudian berusaha ditandingi oleh penguasa-penguasa setelahnya di abadl ke-16 dan ke-17. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan oleh Tumapa'risi' Kallonna diantaranya adalah Kerajaan Siang, serta Kerajaan Bone, walaupun ada yang menyebutkan bahwa Bone ditaklukkan oleh Tunipalangga.[1]
Tunipalangga
Tunipalangga dikenang karena sejumlah pencapaiannya, seperti yang disebutkan dalam Kronik (Cerita para pendahulu) Gowa, diantaranya adalah:
1. Menaklukkan dan menjadikan bawahan Bajeng, Lengkese, Polombangkeng, Lamuru, Soppeng, berbagai negara kecil di belakang Maros, Wajo, Suppa, Sawitto, Alitta, Duri, Panaikang, Bulukumba dan negara-negara lain di selatan, dan wilayah pegunungan di selatan.
2. Orang pertama kali yang membawa orang-orang Sawitto, Suppa dan Bacukiki ke Gowa.
3. Menciptakan jabatan Tumakkajananngang.
4. Menciptakan jabatan Tumailalang untuk menangani administrasi internal kerajaan, sehingga Syahbandar leluasa mengurus perdagangan dengan pihak luar.
5. Menetapkan sistem resmi ukuran berat dan pengukuran
6. Pertama kali memasang meriam yang diletakkan di benteng-benteng besar.
7. Pemerintah pertama ketika orang Makassar mulai membuat peluru, mencampur emas dengan logam lain, dan membuat batu bata.
8. Pertama kali membuat dinding batu bata mengelilingi pemukiman Gowa dan Sombaopu.
9. Penguasa pertama yang didatangi oleh orang asing (Melayu) di bawah Anakhoda Bonang untuk meminta tempat tinggal di Makassar.
10. Yang pertama membuat perisai besar menjadi kecil, memendekkan gagang tombak (batakang), dan membuat peluru Palembang.
11. Penguasa pertama yang meminta tenaga lebih banyak dari rakyatnya.
12. Penyusun siasat perang yang cerdas, seorang pekerja keras, seorang narasumber, kaya dan sangat berani.[1]
Raja-raja Kesultanan Gowa


I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (bertahta 1936-1946) mendengarkan pidato pengangkatan pejabat gubernur Celebes, Tn. Bosselaar (awal tahun 1930-an)
1. Tumanurunga (+ 1300)
2. Tumassalangga Baraya
3. Puang Loe Lembang
4. I Tuniatabanri
5. Karampang ri Gowa
6. Tunatangka Lopi (+ 1400)
7. Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
8. Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
9. Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad ke-16)
10. I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
11. I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
12. I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590).
13. I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593).
14. I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna
Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639. Merupakan penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam.[1]
15. I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna
Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653
16. I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana
Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670
17. I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu'
Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681.
1.I Mallawakkang Daeng Mattinri Karaeng Kanjilo Tuminanga ri Passiringanna
18. Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara
Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681
19. I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709)
20. La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
21. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
22. I Manrabbia Sultan Najamuddin
23. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi. (Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735)
24. I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
25. I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
26. Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)
27. I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
28. I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778)
29. I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
30. I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825)
31. La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
32. I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893)
33. I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893- wafat 18 Mei 1895)
34. I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu'na
Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895. Ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April 1906. Ia meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906.[2]
35. I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
36. Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1956-1960) merupakan Raja Gowa terakhir, meninggal di Jongaya pada tahun 1978.[2]

Kerajaan Bone
Di daerah Bone terjadi kekacauan selama tujuh generasi, yang kemudian muncul seorang To Manurung yang dikenal Manurungnge ri Matajang. Tujuh raja-raja kecil melantik Manurungnge ri Matajang sebagai raja mereka dengan nama Arumpone dan mereka menjadi dewan legislatif yang dikenal dengan istilah ade pitue.
Kerajaan Makassar
Di abad ke-12, 13, dan 14 berdiri kerajaan Gowa, Soppeng, Bone, dan Wajo, yang diawali dengan krisis sosial, dimana orang saling memangsa laksana ikan. Kerajaan Makassar kemudian terpecah menjadi Gowa dan Tallo. Tapi dalam perkembangannya kerajaan kembar ini kembali menyatu menjadi kerajaan Makassar.
Kerajaan Soppeng
Di saat terjadi kekacauan, di Soppeng muncul dua orang To Manurung. Pertama, seorang wanita yang dikenal dengan nama Manurungnge ri Goarie yang kemudian memerintah Soppeng ri Aja. dan kedua, seorang laki-laki yang bernama La Temmamala Manurungnge ri Sekkanyili yang memerintah di Soppeng ri Lau. Akhirnya dua kerajaan kembar ini menjadi Kerajaaan Soppeng.
Kerajaan Wajo
Sementara kerajaan Wajo berasal dari komune-komune dari berbagai arah yang berkumpul di sekitar danau Lampulungeng yang dipimpin seorang yang memiliki kemampuan supranatural yang disebut puangnge ri lampulung. Sepeninggal beliau, komune tersebut berpindah ke Boli yang dipimpin oleh seseorang yang juga memiliki kemampuan supranatural. Datangnya Lapaukke seorang pangeran dari kerajaan Cina (Pammana) beberapa lama setelahnya, kemudian membangun kerajaan Cinnotabi. Selama lima generasi, kerajaan ini bubar dan terbentuk Kerajaan Wajo.
Konflik antar Kerajaan
Pada abad ke-15 ketika kerajaan Gowa dan Bone mulai menguat, dan Soppeng serta Wajo mulai muncul, maka terjadi konflik perbatasan dalam menguasai dominasi politik dan ekonomi antar kerajaan. Kerajaan Bone memperluas wilayahnya sehingga bertemu dengan wilayah Gowa di Bulukumba. Sementara, di utara, Bone bertemu Luwu di Sungai Walennae. Sedang Wajo, perlahan juga melakukan perluasan wilayah. Sementara Soppeng memperluas ke arah barat sampai di Barru.
Perang antara Luwu dan Bone dimenangkan oleh Bone dan merampas payung kerajaan Luwu kemudian mempersaudarakan kerajaan mereka. Sungai Walennae adalah jalur ekonomi dari Danau Tempe dan Danau Sidenreng menuju Teluk Bone. Untuk mempertahankan posisinya, Luwu membangun aliansi dengan Wajo, dengan menyerang beberapa daerah Bone dan Sidenreng. Berikutnya wilayah Luwu semakin tergeser ke utara dan dikuasai Wajo melalui penaklukan ataupun penggabungan. Wajo kemudian bergesek dengan Bone. Invasi Gowa kemudian merebut beberapa daerah Bone serta menaklukkan Wajo dan Soppeng. Untuk menghadapi hegemoni Gowa, Kerajaan Bone, Wajo dan Soppeng membuat aliansi yang disebut "tellumpoccoe".
Penyebaran Islam
Pada awal abad ke-17, datang penyiar agama Islam dari Minangkabau atas perintah Sultan Iskandar Muda dari Aceh. Mereka adalah Abdul Makmur (Datuk ri Bandang) yang mengislamkan Gowa dan Tallo, Suleiman (Datuk Patimang) menyebarkan Islam di Luwu, dan Nurdin Ariyani (Datuk ri Tiro) yang menyiarkan Islam di Bulukumba.[2]
Kolonialisme Belanda
Pertengahan abad ke-17, terjadi persaingan yang tajam antara Gowa dengan VOC hingga terjadi beberapa kali pertempuran. Sementara Arumpone ditahan di Gowa dan mengakibatkan terjadinya perlawanan yang dipimpin La Tenri Tatta Daeng Serang Arung Palakka. Arung Palakka didukung oleh Turatea, kerajaaan kecil Makassar yang tidak sudi berada dibawah Gowa. Sementara Sultan Hasanuddin didukung oleh menantunya La Tenri Lai Tosengngeng Arung Matowa Wajo, Maradia Mandar, dan Datu Luwu. Perang yang dahsyat mengakibatkan benteng Somba Opu luluh lantak. Kekalahan ini mengakibatkan ditandatanganinya Perjanjian Bongaya yang merugikan kerajaan Gowa.
Pernikahan Lapatau dengan putri Datu Luwu, Datu Soppeng, dan Somba Gowa adalah sebuah proses rekonsiliasi atas konflik di jazirah Sulawesi Selatan. Setelah itu tidak adalagi perang yang besar sampai kemudian di tahun 1905-6 setelah perlawanan Sultan Husain Karaeng Lembang Parang dan La Pawawoi Karaeng Segeri Arumpone dipadamkan, maka masyarakat Bugis-Makassar baru bisa betul-betul ditaklukkan Belanda. Kosongnya kepemimpinan lokal mengakibatkan Belanda menerbitkan Korte Veklaring, yaitu perjanjian pendek tentang pengangkatan raja sebagai pemulihan kondisi kerajaan yang sempat lowong setelah penaklukan. Kerajaan tidak lagi berdaulat, tapi hanya sekedar perpanjangan tangan kekuasaaan pemerintah kolonial Hindia Belanda, sampai kemudian muncul Jepang menggeser Belanda hingga berdirinya NKRI.
Masa Kemerdekaan
Para raja-raja di Nusantara bersepakat membubarkan kerajaan mereka dan melebur dalam wadah NKRI. Pada tahun 1950-1960an, Indonesia khususnya Sulawesi Selatan disibukkan dengan pemberontakan. Pemberontakan ini mengakibatkan banyak orang Bugis meninggalkan kampung halamannya. Pada zaman Orde Baru, budaya periferi seperti budaya di Sulawesi benar-benar dipinggirkan sehingga semakin terkikis. Sekarang generasi muda Bugis-Makassar adalah generasi yang lebih banyak mengkonsumsi budaya material sebagai akibat modernisasi, kehilangan jati diri akibat pendidikan pola Orde Baru yang meminggirkan budaya mereka. Seiring dengan arus reformasi, munculah wacana pemekaran. Daerah Mandar membentuk propinsi baru yaitu Sulawesi Barat. Kabupaten Luwu terpecah tiga daerah tingkat dua. Sementara banyak kecamatan dan desa/kelurahan juga dimekarkan. Namun sayangnya tanah tidak bertambah luas, malah semakin sempit akibat bertambahnya populasi dan transmigrasi.
Mata Pencaharian
Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan.
Bugis Perantauan
Kepiawaian suku Bugis-Makasar dalam mengarungi samudra cukup dikenal luas, dan wilayah perantauan mereka pun hingga Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Australia, Madagaskar dan Afrika Selatan. Bahkan, di pinggiran kota Cape Town, Afrika Selatan terdapat sebuah suburb yang bernama Maccassar, sebagai tanda penduduk setempat mengingat tanah asal nenek moyang mereka[rujukan?].
Penyebab Merantau
Konflik antara kerajaan Bugis dan Makassar serta konflik sesama kerajaan Bugis pada abad ke-16, 17, 18 dan 19, menyebabkan tidak tenangnya daerah Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir. Selain itu budaya merantau juga didorong oleh keinginan akan kemerdekaan. Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat diraih melalui kemerdekaan.
Bugis di Kalimantan Selatan
Pada abad ke-17 datanglah seorang pemimpin suku Bugis menghadap raja Banjar yang berkedudukan di Kayu Tangi (Martapura) untuk diijinkan mendirikan pemukiman di Pagatan, Tanah Bumbu. Raja Banjar memberikan gelar Kapitan Laut Pulo kepadanya yang kemudian menjadi raja Pagatan. Kini sebagian besar suku Bugis tinggal di daerah pesisir timur Kalimantan Selatan yaitu Tanah Bumbu dan Kota Baru.
Bugis di Sumatera dan Semenanjung Malaysia
Setelah dikuasainya kerajaan Gowa oleh VOC pada pertengahan abad ke-17, banyak perantau Melayu dan Minangkabau yang menduduki jabatan di kerajaan Gowa bersama orang Bugis lainnya, ikut serta meninggalkan Sulawesi menuju kerajaan-kerajaan di tanah Melayu. Disini mereka turut terlibat dalam perebutan politik kerajaan-kerajaan Melayu. Hingga saat ini banyak raja-raja di Johor yang merupakan keturunan Bugis.

Jumat, 05 Februari 2010

sepatah kata cinta dariku

ANSHARY METAMORFOSIS

Cinta tidak pernah meminta, ia sentiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan.~ Mahatma Ghandi

Tuhan memberi kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita? Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah namanya Cinta.

Ada 2 titis air mata mengalir di sebuah sungai. Satu titis air mata tu menyapa air mata yg satu lagi,” Saya air mata seorang gadis yang mencintai seorang lelaki tetapi telah kehilangannya. Siapa kamu pula?”. Jawab titis air mata kedua tu,” Saya air mata seorang lelaki yang menyesal membiarkan seorang gadis yang mencintai saya berlalu begitu sahaja.”

Cinta sejati adalah ketika dia mencintai orang lain, dan kamu masih mampu tersenyum, sambil berkata: aku turut bahagia untukmu.

Jika kita mencintai seseorang, kita akan sentiasa mendoakannya walaupun dia tidak berada disisi kita.

Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.

Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari telinga. Jadi jika kamu mahu berhenti menyukai seseorang, cukup dengan menutup telinga. Tapi apabila kamu Coba menutup matamu dari orang yang kamu cintai, cinta itu berubah menjadi titisan air mata dan terus tinggal dihatimu dalam jarak waktu yang cukup lama.

Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.

Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia , lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya . Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.

Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas kurniaan itu.

Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat -Hamka

Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat.

Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan cintamu kepadanya.

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu. Hanya untuk menemukan bahawa pada akhirnya menjadi tidak bererti dan kamu harus membiarkannya pergi.

Kamu tahu bahwa kamu sangat merindukan seseorang, ketika kamu memikirkannya hatimu hancur berkeping.
Dan hanya dengan mendengar kata “Hai” darinya, dapat menyatukan kembali kepingan hati tersebut.

Tuhan ciptakan 100 bahagian kasih sayang. 99 disimpan disisinya dan hanya 1 bahagian diturunkan ke dunia. Dengan kasih sayang yang satu bahagian itulah, makhluk saling berkasih sayang sehingga kuda mengangkat kakinya kerana takut anaknya terpijak.

Kadangkala kamu tidak menghargai orang yang mencintai kamu sepenuh hati, sehinggalah kamu kehilangannya. Pada saat itu, tiada guna sesalan karena perginya tanpa berpatah lagi.

Jangan mencintai seseorang seperti bunga, kerana bunga mati kala musim berganti. Cintailah mereka seperti sungai, kerana sungai mengalir selamanya.

Cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dasyatnya cinta !

Permulaan cinta adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan di dalam dirinya.

Cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setitis embun yang turun dari langit,bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus,tumbuhlah oleh kerana embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh kepada tanah yang subur,di sana akan tumbuh kesuciaan hati, keikhlasan, setia budi pekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji.~ Hamka

Kata-kata cinta yang lahir hanya sekadar di bibir dan bukannya di hati mampu melumatkan seluruh jiwa raga, manakala kata-kata cinta yang lahir dari hati yang ikhlas mampu untuk mengubati segala luka di hati orang yang mendengarnya.

Kamu tidak pernah tahu bila kamu akan jatuh cinta. namun apabila sampai saatnya itu, raihlah dengan kedua tanganmu,dan jangan biarkan dia pergi dengan sejuta rasa tanda tanya dihatinya

Cinta bukanlah kata murah dan lumrah dituturkan dari mulut ke mulut tetapi cinta adalah anugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia dapat menilai kesuciannya.

Bukan laut namanya jika airnya tidak berombak. Bukan cinta namanya jika perasaan tidak pernah terluka. Bukan kekasih namanya jika hatinya tidak pernah merindu dan cemburu.

Bercinta memang mudah. Untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang kita cintai itulah yang sukar diperoleh.

Satu-satunya cara agar kita memperolehi kasih sayang, ialah jangan menuntut agar kita dicintai, tetapi mulailah memberi kasih sayang kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan.
ANSHARY METAMORFOSIS

Sepucuk surat rindu hadirku pelataran jidatmu
jabat salam genggam tak bertepi
rindu serindu kerinduan
torehan emas kata-kataTerlalu lama denda mengungkung jarak
terpahat di langit-langit kamar
ketika bau-bau belum berbentuk
anjing-anjing belum menjadi penjaga
bayi perjuangan
di jantung hati

Sayonara penjaga-penjaga rumah awan
di jantung nurani hadirmu kemilau sinaran
semoga tobat kalian diterimaNya
Amin

,,,,,,,,,,,,,,,,, ^_^...................

Jumat, 22 Januari 2010

KISAH MASUK ISLAMNYA KHALID BIN WALID ( PANGLIMA PERANG YANG TANGGUH)

ANSHARY METAMORFOSIS

Dahulu sebelum masuk Islam Nama Khalid bin Walid sangat termashur sebagai panglima Tentara Kaum Kafir Quraisy yang tak terkalahkan. Baju kebesarannya berkancingkan emas dan mahkota dikepalanya bertahtahkan berlian . Begitu gagah dan perkasanya Khalid baik di Medan perang maupun ahli dalam menyusun strategi perang. Pada waktu Perang UHUD melawan tentara Muslimin pimpinan Rosululloh SAW banyak Suhada yang Syahid terbunuh ditangan Khalid bin Walid dengan dengan Suara lantang diatas perbukitan Khalid bin Walid berkata” Hai Muhammad kami sudah Menang, kamu telah kalah dalam peperangan ini….lihatlah pamanmu Hamzah yang tewas tercabik cabik tubuhnya dan lihatlah pasukanmu yang telah porak poranda”. Rosululloh saw menjawab “Tidak aku yang menang dan engkau yang kalah Khalid …Mereka yang gugur adalah Syahid , sebenarnya mereka tidak mati wahai Khalid mereka hidupdisisi Alloh SWT penuh dengan kemuliaan dan kenikmatan , mereka telah berhasil pindah alam dari dunia menuju akherat menuju surga Alloh karena membela Agama Alloh gugur sebagai syuhada akan tetapi Matinya tentaramu , matinya sebagai Kafir dan dimasukkan ke Neraka Jahannam. Setelah itu Khalid memerintahkan pasukannya untuk kembali, sejak itu Khalid termenung terngiang selalu akan kata kata Nabi Muhammad saw dan penasaran akan sosok Muhammad saw . Maka Khalid mengutus mata-mata ( intel ) untuk memantau dan mengamati aktivitas Muhammad Saw setelah perang Uhud tersebut. Setelah cukup lama memata-matai Rosululloh akhirnya utusan Khalid bin Walid melaporkan hasil pengamatan tersebut , kata utusan tersebut” Aku mendengar semangat juang yang dikemukakan muhammad kepada para pasukannya Muhammad mengatakan ” Aku heran kepada seorang panglima khalid bin Walid yang gagah perkasa dan cerdas , tapi kenapa dia tidak paham dengan AGAMA ALLOH yang aku bawa , sekiranya Khalid bin Walid tahu dan paham dengan Agama yang aku bawa , dia akan berjuang bersamaku( Muhammad ) , Khalid akan aku jadikan juru rundingku yang duduk bersanding di sampingku. Kata kata mutiara tersebut disampaikan mata-mata Khalid bin walid di Mekkah kepada panglimanya.

ikhwan_4-1Mendengar laporan Intel tersebut semakin membuat Risau Khalid bin Walid hingga akhirnya Khalid memutuskan untuk bertemu Muhammad dengan menyamar dan menggunakan Topeng menutup wajahnya hingga tidak di kenali oleh siapapapun. Khalid berangkat seorang diri dengan menunggang Kuda dan menggunakan baju kebesarnnya yang berhias emas serta mahkota bertahta berlian namun wajahnya ditutupi Topeng. Di tengah perjalanan Khalid bertemu dengan Bilal yang sedang bedakwah kepada para petani. Dengan Diam-diam Khalid mendengarkan dan menyimak apa yang di sampaikan oleh Bilal yang membacakan surat al hujarat ( Qs 49:13 ) yang artinya” Hai manusia kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku suku supaya kamu saling mengenal dengan baik. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Alloh adalah orang-orang yang paling bertaqwa karena sesungguhnya Alloh maha mengetahui lagi maha Mengenal”

Khalid terperanga bagaimana mungkin Bilal yang kuketahui sebagai Budak hitam dan buta hurup bisa berbicara seindah dan sehebat itu tentu itu benar perkataan dan Firman Alloh. Namun gerak gerik mencurigakan Khalid bin walid di ketahui sayyidina Ali bin Abi Thalib , dengan lantang Ali berkata” Hai penunggang Kuda Bukalah topengmu agar aku bisa mengenalimu, bila niatmu baik aku akan layani dengan baiki dan bila niatmu buruk aku akan layani pula dengan buruk” Kata Ali bin Abi thalib.

Setelah itu dibukalah Topeng tampaklah wajah Khalid bin Walid seorang Panglima besar kaum Kafir Quraisy yang berjaya diperang UHUD dengan tatapan mata yang penuh karismatik Khalid berkata” Aku kemari punya Niat baik untuk bertemu Muhammad dan menyatakan diriku masuk Islam” Kata Khalid bin Walid. Wajah Ali yang sempat tegang berubah menjadi berseri-seri” Tunggulah kau di sini Khalid saya akan sampaikan berita gembira ini kepada Rosululloh saw” Kata Ali bi Abi thalib. Bergegas Ali menemui Rosululloh saw dan menyampaikan maksud kedatangan Khalid bin Walid sang panglima perang . Mendengar berita yang disampaikan Ali , wajah rosululloh SAW berseri seri lalu mengambil sorban hijau miliknya lalu dibentangkan di tanah sebagai tanda penghormatan kepada Khalid bin walid yang akan datang menemuinya. Lalu Rosululloh saw menyuruh Ali menjemput Khalid untuk menemuinya. Begitu Khalid datang Rosululloh langsung memeluknya. ” Ya rosululloh islam saya ” Kata Khalid bin Walid. Lalu Rosululloh saw mengajarkan kalimat Syahadat kepada Khalid maka Khalid bin walid telah memeluk agama Islam.

Begitu selesai membaca syahadat Khalid bin walid menanggalkan Mahkotanya yang bertahtahkan intan diserahkan kepada rosululloh, begitu pula dengan bajunya yang berkancingkan emas di serahkan juga kepada rosululloh saw. Namun begitu Khalid bin walid akan mencopot pedangnya dan menyerahkannya kepada Rosululloh , Baginda rosululloh melarangnya ” Jangan kau lepaskan pedang itu Khalid , karena dengan pedang itu nanti kamu akan berjuang membela agama Alloh bersamaku ” Kata Rosululloh saw . dan Nabi memberi gelar pedang tersebut dengan nama “Syaifulloh yang artinya “pedang Alloh yang terhunus. Setelah bergabungnya Khalid bin walid kedalam Islam, bertambah kuatlah pasukan Muslim hingga bisa menaklukan kota Mekkah dan Pasukan Kafir Quraiys secara drastis melemah bagaikan ayam kehilangan induknya

anshary el-sh ^_^,,,,,,,,,,,,

Daftar Blog Saya

isha anshary

cerpen

lihat cerpenku di cerpen.net

mengalir

[IMG]http://img222.imageshack.us/img222/4333/1258558964093.png[/IMG] http://img222.imageshack.us/img222/4333/1258558964093.png

ADUAL

zwani.com myspace <foo

shared